Selasa, 14 Februari 2012

Theologi II

BAB I

PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang

Perkembangan Teologi sukses tidak lepas dari pengaruh perkembangan dunia yang makin lama makin Materialistis dan bermewah-mewah, dimana uang dan materi (Mamon) dipuja-puja dan dikejar-kejar. Dalam situasi Materialisme yang meluas itu tidak dapat dihindarkan terjadinya kekosongan Rohani yang luar biasa, sebab dalam kenyataannya ternyata manusia tidak dapat dipuaskan dengan pemuasan materi saja.

Teologi sukses atau injil sukses sehingga juga dikenal injil-injil kemakmuran, kelimpahan, berkat. Allah kita adalah Allah maha besar kaya dan penuh dengan berkat dan manusia yang beriman pasti akan mengalami kehidupan yang penuh dengan berkat pula, kaya, sukses dan berkelimpahan materi.

Dalam pandangan ini seorang Kristen yang beriman seharusnya hidup dalam kekayaan dan kelimpahan materi sebagai tanda bahwa kehidupannya diberkati oleh Tuhan. Karena sekarang umat Kristen telah mengalami pemulihan. Sebaliknya orang Kristen yang tidak kaya dan hidup dalam kekurangan dianggap sebagai yang mempunyai iman yang lemah dan tidak diberkati Tuhan.

Pandangan ini diterima di kalangan gereja, terutama dalam menentang ajaran Ginostik yang menganggap kejahatan melekat pada materi. Pertemuan jiwa manusia dan materi dianggap sebagai dosa.[1]

“Theologi” sukses menjadi satu fenomena tersendiri yang sangat mempengaruhi Kekristenan sejak abad ke 20. Hampir tidak ada orang Kristen yang tidak dipengaruhi oleh “theologi” sukses. Bahkan yang menolak theologi inipun sering kali tanpa sadar ataupun secara sadar sebenarnya mempraktikkan dan mengakui theologi ini. Tapi harus menolaknya, karena merasa theologi ini bertentangan dengan doktrin dan pengajaran di gereja/ alirannya. Sebenarnya lucu, menolak dan melawan, tapi mempraktikkan dan mempergunakan nilai-nilai dari “theologi” sukses untuk menilai banyak hal.

  1. Munculnya Teologi Sukses

Kalau mau diteliti lebih jauh, sebenarnya dimulai sejak manusia jatuh dosa. Dalam keberdosaan, maka manusia mengalami kesulitan dalam keluarga, pekerjaan, sakit-penyakit dan berbagai masalah dan musibah. Maka kesuksesan, adalah kalau bisa lepas dari kesulitan, bebas dari permasalahan keluarga, sakit-penyakit dan kemiskinan. Jadi, sebenarnya dasar dari “theologi” sukses adalah respon dari kesulitan karena manusia jatuh dalam dosa dan ingin lepas dari semua kesulitan itu. Sebenarnya semua manusia dan agama apa pun adalah penganut “theologi” sukses.

Dari kecil, orang tua dari agama dan kepercayaan apa pun sudah mengajarkan anak-anaknya, bagaimana caranya agar hidup tanpa masalah, menghindari sakit dan bisa kaya. Ukuran kesuksesan seseorang dinilai dari berapa banyak gelar, jabatan, uang, dan materi yang dimilikinya. Orang cacat, sakit-sakitan, orang miskin, pekerja-pekerja rendahan tidak ada yang menghargai. Kecuali, kalau tidak bisa mendapatkan hal-hal yang berharga, baru mulai memikirkan ukuran kesuksesan yang lain.

Dalam Kekristenan, hanya dengan menambahkan Tuhan di dalamnya, bahwa Tuhan menginginkan kita semua tidak pernah sakit, kaya dan tidak bermasalah, tidak ada penderitaan, dan semuanya bisa diminta kepada Tuhan. Menjadikan theologi ini bertumbuh dengan subur, karena kebutuhan akan kenikmatan yang semakin lama semakin tinggi, serta budaya konsumerisme, semakin membuat “theologi” sukses bertumubuh dengan pesat di dalam Kekristenan.

BAB II

ISI

  1. Pandangan Teologi Sukses Menurut Kharismatik

Sejak manusia jatuh dalam dosa, maka manusia akan terus mengalami penderitaan sampai mati. Siapa pun dia, pasti akan mengalami saat sakit dan harus mati, permasalahan keluarga, dan justru orang-orang yang betul-betul menjalankan kehendak Allah, biasanya hidupnya menderita. Karena dunia yang berdosa ini tidak menginginkan ada yang melakukan kehendak Allah. Orang-orang yang kelihatan sukses dan memiliki banyak hal, kebanyakan (meskipun tidak semua) adalah orang-orang yang kompromi, mengikuti arus dunia dan hanya memanfaatkan Tuhan untuk dirinya. Maka, hidup ini hanyalah menghadapi satu penderitaan dan penderitaan yang lain. Orang-orang yang kelihatan sukses dan kaya, juga memiliki kesulitan dan permasalahan yang besar.Sehingga penderitaan tidak bias dilepaskan dari hidup ini sampai mati. Itu sebabnya, theology Penderitaan adalah theologi yang lebih realistis dibandingkan dengan “theologi” sukses.

Meskipun demikian, theologi yang paling realistis adalah theologi Kenikmatan. Sejak dari penciptaan, yang ada hanyalah kenikmatan. Bebas dari dosa dan penderitaan dan Tuhan sediakan semua kenikmatan. Tuhan memberikan segala kenikmatan yang membuat manusia pertama bias memuliakan dan menikmati Tuhan. Sayang sekali, sejak manusia jatuh dalam dosa maka kenikmatan pemberian Tuhan sepertinya menghilang dan manusia mencari kenikmatan yang berbeda dan sementara. Tetapi, bagi orang-orang pilihan yang percaya kepada Kristus, kenikmatan yang merupakan anugerah Tuhan dipulihkan kembali dan terus bertumbuh sebagai persiapan untuk kekekalan, sampai selama-lamanya.

Theologi Kenikmatan tidak membuang penderitaan dalam kesementaraan ini. Bahkan biasanya penderitaan yang membuat banyak orang percaya bias melihat sumber kenikmatan yang sejati dan menikmatinya. Dan penderitaan dan kekurangan menjadi pelajaran yang berharga bagaimana menikmati semua pemberian Tuhan dalam sehat dan kelimpahan. Meskipun demikian theology kenikmatan, menyadari bahwa penderitaan hanya diperlukan dalam kesementaraan ini dan bukan untuk kekekalan. Karena dari penciptaan, Tuhan tidak menciptakan manusia untuk menderita selama-lamanya, tapi justru mempersiapkan manusia untuk kenikmatan sampai selama-lamanya. Masalahnya manusia tidak bisa mengerti kalau langsung menikmati sampai selama-lamanya, maka ada proses yang dipakai oleh Tuhan untuk membentuk manusia, dan Tuhan mengijinkan penderitaan yang dipakai sebagai alat dalam proses ini.

Jadi, mari kita melihat kenikmatan yang sejati sebagai anugerah Tuhan dan kita betul-betul bisa menikmatinya, sekalipun dunia mengatakan kita tidak sukses, menderita dan banyak masalah, tapi justru kita bisa lebih menikmati segala sesuatu pemberian Tuhan baik dalam kekurangan atau kelimpahan, sehat atau sakit, sampai maut memisahkan kita dari penderitaan dan kita bisa menikmati segala kelimpahan yang disediakan Tuhan. Dari sekarang kita harus belajar menikmati, sebagai persiapan

untuk kekekalan di mana kita bisa menikmati semua pemberian Tuhan dengan bebas, dan lebih khusus lagi, sumber berkat itu sendiri yang harus kita nikmati.[2]

BAB III

PENUTUP

Kalau kita betul-betul memeperhatikan dan membandingkan keseluruhan Alkitab, maka akan mengambil kesimpulan bahwa Tuhan tidak pernah menjanjikan bahwa seseorang yang percaya selama hidup di dunia pasti akan bebas dari kemiskinan, sakit-penyakit, masalah rumah tangga dan masalah relasi, serta lepas dari penderitaan dan penganiayaan. Justru sebaliknya, Kristus datang ke dunia, hidup dalam penderitaan dan mati ditinggalkan pengikut-pengikut-Nya. Sesuaikah dengan “theologi” sukses? Maka sebenarnya yang realistis adalah theologi penderitaan.

Maka bersyukurlah kita kepada Allah karena lewat teologi Kenikmatan kita lebih mengerti untuk tidak menjadikan penderitaan sebagai tujuan hidup kita! Hal ini bukannya tidak disinggung sama sekali dalam teologi Penderitaan, hanya saja menurut kita pembahasan mengenai penderitaan yang sangat besar disana kadangkala tidak dihubungkan dengan tujuan hidup manusia yang kemudian dikupas pula secara detail. Itulah sebabnya kita bisa mengerti saat dikatakan bahwa teologi Kenikmatan adalah yang lebih realistis dibandingkan teologi Penderitaan, apalagi teologi Sukses.

Tetapi sebetulnya pada akhirnya seindah apapun teologi atau pengetahuan atau pengertian yang kita dapatkan serta pahami tidak ada artinya kalau pada akhirnya hanya memperindah konsep kita akan siapa Allah tetapi tidak menjadikannya suatu realita dalam hidup kita. Allah kita adalah Allah yang hidup, bukan Allah di dalam keindahan konsep belaka. Takkan putus permohonan kita akan belas kasihan dan anugerahNya sehingga apapun yang ada dalam hidup ini akan semakin membawa kita mengenal Dia dan menikmati persekutuan yang penuh denganNya serta menguatkan kita saat Dia membukakan setiap kebenaran sejati yang seringkali akan menghancurkan segala keindahan palsu tentangNya yang saya percayai.



[1] Ir. Herlianto, MTh. Teologi Sukses, ( Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia,1992), Hal. 7-15

[2] http://roielministry.org/2007/03/theologi-sukses-penderitaan-dan-theologi.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar