Bab
PENDAHULUAN
ROMA 7:7-12
Pembicaraan Paulus dalam konteks ini yaitu Roma 7:7-12, Paulus menerangkan tahap ketidaksalahan hingga mencapai "usia tanggung jawab". Mereka itu "hidup" (ayat Rom 7:9) yaitu, tanpa kesalahan dan tanggung jawab rohani, sehingga mereka atas kehendaknya sendiri melanggar perintah Allah yang tertulis di luar atau di dalam hati mereka (bd. Rom 2:14-15; 7:7,9,11). Roma 7:13-20, Paulus menggambarkan keadaan perbudakan kepada dosa karena ketika hukum Taurat dikenal, ia menyadarkan manusia akan dosa yang tadi tidak disadarinya, sehingga sekarang manusia betul-betul menjadi pelanggar.
Dosa menjadi tuan sekalipun mereka berusaha melawannya. Roma 7:21-25, Paulus menyingkapkan puncak keputusasaan yang menguasai orang bila pengetahuan dan kuasa dosa makin menyedihkan mereka. Hukum Taurat pada dirinya memang baik dan suci, oleh karena menyatakan kehendak Allah, Rom 7:12-25; 1Ti 1:8; merupakan kehormatan bagi Israel, Rom 9:4 tetapi bdk Rom 2:14 dst. Namun demikian nampaknya hukum Taurat gagal: orang Yahudi tidak hanya menjadi orang berdosa sama seperti orang lain, kendati hukum Tauratnya, Rom 2:21-27; Gal 6:13; Efe 2;3, tetapi mereka juga bersandar pada hukum Taurat untuk membanggakan perbuatan-perbuatan mereka, Rom 2:17-20; 3:27; 4:2,4; 10:21 dst; Fili 3:9; Efe 2:8, dan kebanggaan itu menutup mereka terhadap kasih-karunia Kristus, Gal 6:12; Fili 3:18; bdk Kis 15:1; 18:13; 21:21. Pokoknya, hukum Taurat tidak mampu memberikan kebenaran, Gal 3:11,21 dst; Rom 3:20; bdk Ibr 7:19.[1]
Dengan suatu jalan pemikiran yang karena pertikaiannya berupa paradoks Paulus menjelaskan kegagalan hukum Taurat yang nyata dengan menunjuk kepada hakekat hukum sendiri dan perananNya dalam sejarah penyelamatan. Hukum Taurat (dan setiap hukum, misalnya "perintah" yang diberikan kepada Adam: bdk Rom 7:9-11) merupakan sebuah cahaya yang menerangi tetapi tidak menyampaikan kekuatan batiniah, sehingga hukum tidak mampu mencegah dari dosa; sebaliknya hukum menolong dosa. Meskipun bukan sumber dosa, namun hukum menjadi alat dosa oleh karena membangkitkan keinginan jahat, Rom 7:7 dst; oleh karena menerangi pengetahuan manusia maka hukum memberatkan dosa dengan membuat kesalahan menjadi suatu "pelanggaran", Rom 4:15; 5:13; akhirnya hukum (Taurat) hanya menanggulangi dosa dengan hukuman yang ditimpakan oleh kemurkaan, Rom 4;15, dengan mengutuk, Gal 3:10, menghukum, 2Ko 3:9, dan mematikan, 2Ko 3:6 dst. Maka hukum Taurat dapat disebutkan sebagai "hukum dosa dan hukum maut", Rom 8:2; bdk 1Ko 15:56; Rom 7:13, Allah memang menghendaki tata penyelamatan yang tidak sempurna semacam itu, tetapi hanya sebagai tata penyelamatan sementara yang berupa penuntun (pendidik), Gal 3:24, supaya memberi manusia kesadaran akan dosanya, Rom 3:19 dst; Rom 5:20; Gal 3:19, dan membuatnya menantikan pembenaran dari kasih-karunia Allah melulu, Gal 3:22; Rom 11:32. Oleh karena bersifat sementara maka hukum Taurat haruslah lenyap dan diganti dengan pemenuhan janji yang sebelum hukum Taurat sudah diberikan kepada Abraham serta keturunannya, Gal 3:6-22; Rom 4. Kristus telah mengakhiri hukum Taurat, Efe 2:15; bdk Rom 10:4, dengan "menggenapi" hukum Taurat, bdk Mat 5:17; 3:15, dalam segala sesuatunya yang bernilai dalam hukum Taurat, Rom 3:31; 9:31; 10:4. Ia membebaskan anak-anak dari ikatan dengan penuntun, Gal 3:25 dst. Bersama dengan Kristus anak-anak itu sudah mati terhadap hukum Taurat, Gal 2:19; Rom 7:4-6; bdk Kol 2:20, sebab telah "ditebus" olehNya dari hukum Taurat, Gal 3:13, supaya dijadikan anak-anak angkat, Gal 4:5.
Melalui Roh yang dijanjikan itu Kristus memberi manusia baru, Efe 2:15+, kekuatan batiniah untuk melakukan yang baik seperti diperintahkan oleh hukum Taurat, Rom 8:4 dst. Tata penyelamatan kasih karunia yang menggantikan tata penyelamatan hukum lama itu masih juga dapat dikatakan "hukum", tetapi hukum itu ialah "hukum iman", Rom 3:27+, "hukum Kristus", Gal 6:2, "hukum Roh" (terj: Roh, Rom 8:2), yang perintah pokoknya ialah kasih, Gal 5:14; Rom 13:8 dst: bdk Yak 2:8; Yoh 13:34. Dan kasih itu ialah penyertaan dalam kasih Bapa kepada Anak, Gal 4:6; Rom 5:5[2]
Bab 2
ISI
A. Hukum Taurat Dan Dosa (Relasi)
Dari enam ayat pertama di pasal 7, seolah-olah Paulus terkesan menyalahkan Taurat. Supaya tidak terjadi penyalahtafsiran dari para pembaca, maka pada pasal 7 ayat 7, Paulus mengajarkan dengan jelas, “Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Apakah hukum Taurat itu dosa? Sekali-kali tidak! Sebaliknya, justru oleh hukum Taurat aku telah mengenal dosa. Karena aku juga tidak tahu apa itu keinginan, kalau hukum Taurat tidak mengatakan: "Jangan mengingini!"” Pertama-tama, Paulus memjelaskan presuposisi para pembaca yang telah membaca keenam ayat awal di pasal 7 ini, yaitu hukum Taurat itu bukanlah dosa (atau lebih tepatnya, hukum Taurat itu bukan membuat kita meleset dari sasaran Allah). “Sekali-kali tidak!” dalam terjemahan Indonesia diterjemahkan “God forbid.” dalam terjemahan King James Version (KJV). Dengan kata lain, bukan Taurat penyebab dosa. Lalu, apa yang mengakibatkan manusia berdosa ? Diri sendiri yang melawan Allah.
Hal ini ditegaskan Paulus selanjutnya, “Sebaliknya, justru oleh hukum Taurat aku telah mengenal dosa. Karena aku juga tidak tahu apa itu keinginan, kalau hukum Taurat tidak mengatakan: "Jangan mengingini!"” Kedua kata “ingin” di dalam bagian ini diterjemahkan KJV dengan dua kata yang agak berlainan. Kata “keinginan” diterjemahkan lust (Yunani : epithumia ; akar katanya : epithumeō ; Indonesia : keinginan/nafsu) dan kata “mengingini” diterjemahkan covet (Yunani : epithumeō ; Indonesia : iri hati/menaruh hati pada...). Kedua perbedaan ini membukakan satu arti bagi kita. Kata “keinginan” dilekatkan dengan keinginan nafsu birahi manusia SETELAH dirinya membaca Taurat yang hanya berbicara jangan menaruh hati pada sesuatu. Di sini, ada suatu pengertian yang meluas (=lebih parah) setelah membaca Taurat. Yaitu, sebelum membaca Taurat, Paulus tak tahu apa itu keinginan (tentu bukan karena ia tidak tahu, tetapi belum tahu), tetapi setelah membaca Taurat, ia semakin mengetahui dan mengerti serta menjalankannya (konotasi negatif). Artinya, hukum Taurat membukakan realita tentang dosa kepada kita. Tujuannya agar kita sadar bahwa kita ini hanya manusia ciptaan, terbatas dan jatuh ke dalam dosa serta kita harus kembali kepada Allah sebagai Sumber. Bagaimana dengan kita ? Bukankah kita juga sama seperti Paulus ? Bukan karena kita tidak tahu dosa, tetapi kita belum mengetahui dosa itu, lalu setelah kita mengetahui dosa itu, kita bukan menyadarinya dan bertobat, malahan kita makin melakukannya. Itulah cengkeraman dosa di dalam hidup kita.[3]
Bukan hanya itu saja, Paulus menambahkan di ayat 8, “Tetapi dalam perintah itu dosa mendapat kesempatan untuk membangkitkan di dalam diriku rupa-rupa keinginan; sebab tanpa hukum Taurat dosa mati.” KJV menerjemahkannya, “But sin, taking occasion by the commandment, wrought in me all manner of concupiscence. For without the law sin was dead.” Justru, anehnya, melalui Taurat, Paulus mengungkapkan dosa mendapat kesempatan untuk membangkitkan keinginan di dalam dirinya. Kata “mendapat kesempatan” di dalam bahasa Yunani aphormē berarti titik pembuka (starting point). Dengan kata lain, melalui Taurat lah, semakin manusia membaca dan menghafal Taurat (tanpa pengertian sejati dari Allah) akan mengakibatkan : pertama, manusia tersebut mengenal dosa dan semakin berbuat dosa. Kedua, dosa itu hidup. Jika dibalik dari pernyataan “... ; sebab tanpa hukum Taurat dosa mati.”, Paulus sendiri mengajarkan bahwa hukum Taurat mengakibatkan dosa itu hidup. Ketiga, dosa hidup, tetapi manusia mati. Di ayat 9-10a, Paulus mengatakan dengan terus terang, “Dahulu aku hidup tanpa hukum Taurat. Akan tetapi sesudah datang perintah itu, dosa mulai hidup, sebaliknya aku mati.” Artinya, semakin orang menjalankan Taurat tanpa pengertian yang benar, maka orang itu semakin mati, dan dosa semakin ia tumpuk secara tidak sengaja, karena ia menjalankan Taurat secara membabibuta.[4]
B. Eksegese to Eksposisi
![]() | ![]() |
wste o nomos estin agios
agia
men
kai kai
h entolh estin dikaia
kai
agaqh
Bab 3
Kesimpulan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar